-
Pembaruan Sistem Pelayanan pada UPT Perpustakaan UNEJ di Era Pandemi Covid-19
2 Juli 2021
Baca Artikel -
Fakta dan Mitos Seputar Kesehatan Selama Pandemi Antibiotik dan Pengobatan Rumahan Bisa Membunuh Virus Corona ?
20 Januari 2022
Baca Artikel -
Relawan Tim TDKB Covid-19 Lakukan Visitasi Rutin di RSGM Universitas Jember
8 Juni 2021
Baca Artikel -
Visitasi Gedung CDAST oleh Relawan Tim TDKB COVID-19 dalam Upaya Pemutusan Rantai Virus COVID-19
8 Juni 2021
Baca Artikel -
Relawan Tim TDKB COVID-19 Lakukan Visitasi di Gedung Biro Akademik Kemahasiswaan dan Alumni
8 Juni 2021
Baca Artikel -
Relawan Tim TDKB COVID-19 Batch 1 Tahun 2021 Lakukan Visitasi Rutin di Fakultas Hukum Universitas Jember
15 Juni 2021
Baca Artikel -
Cek Kelengkapan Protokol Kesehatan Agrotechno Park Universitas Jember, Relawan Tim TDKB COVID-19 UNEJ Lakukan Visitasi Rutin
29 Juni 2021
Baca Artikel
Kondisi Memburuk bahkan Meninggal Dunia setelah Sembuh atau Negatif COVID-19, Kok Bisa?
Beranda > Artikel > Kondisi Memburuk bahkan Meninggal Dunia setelah Sembuh atau Negatif COVID-19, Kok Bisa?

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini terutama menginfeksi hewan, termasuk kelelawar dan unta. Sebelum merebaknya COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu coronavirus 229E, coronavirus NL63, coronavirus OC43, coronavirus HKU1, severe acute respiratory disease coronavirus (SARS-CoV) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV)). Virus corona yang menyebabkan COVID-19 termasuk dalam genus coronavirus. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus tersebut termasuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah penyakit pernapasan akut (SARS) parah pada tahun 2002-2004. Atas dasar ini, Komite Internasional mengklasifikasikan jenis virus dengan nama SARS-CoV-2.
Saat ini, penularan SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia adalah sumber utama penularan, sehingga penularannya menjadi lebih agresif. SARS-CoV-2 menyebar dari pasien yang bergejala melalui droplet yang dikeluarkan saat batuk atau bersin. Selain itu, telah diamati bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan hidup dalam aerosol (dihasilkan oleh nebulizer) setidaknya selama 3 jam. Berdasarkan sumber Our World in Data dan JHU CSSE COVID-19 didapatkan data per tanggal 26 Juni 2021, jumlah kasus covid di Indonesia mencapai 2.05 juta jiwa, diantaranya 1.83 juta pasien dinyatakan sembuh dan 55.949 pasien meninggal dunia.
Masih banyak orang berpikir, ketika dirinya sudah pernah terinfeksi COVID-19, maka setelah sembuh ia akan kebal dari virus corona dan tak akan tertular lagi. Nyatanya tidak selalu demikian. dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P. selaku salah satu dokter spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi (Paru) di RSD dr. Soebandi Jember mengatakan bahwa orang yang yang sudah pernah mengidap covid dan dinyatakan sembuh, bisa terkena untuk yang kedua kalinya bahkan bisa dengan keadaan yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan proses inflamasi akibat coronavirus masih belum selesai, peristiwa ini disebut sebagai badai sitokin.
Pada pasien yang dinyatakan positif COVID-19, semakin tidak bergejala maka akan semakin lama masa konversi menjadi negatif, begitu pula apabila terdapat pasien COVID-19 dengan gejala berat maka akan semakin cepat pula konversinya menjadi negatif. Hal itu dikarenakan begitu terjadi ledakan (badai sitokin) di dalam tubuh pasien, maka sel imun akan berhasil membunuh seluruh virus tersebut, sehingga apabila dilakukan pengecekan PCR kembali hasilnya akan negatif, akan tetapi proses inflamasi peradangan masih terus berlangsung.
Badai sitokin (cytokine storm) merupakan penyakit respon imun yang berlebihan terhadap rangsangan eksternal dengan patogenesis yang kompleks , hal ini terjadi ketika tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah dalam jangka waktu yang sangat cepat. Kondisi ini membuat sel imun justru menyerang jaringan dan sel tubuh yang sehat, sehingga menyebabkan peradangan. Tak jarang peradangan tersebut membuat organ-organ di dalam tubuh menjadi rusak atau gagal berfungsi. Hal tersebut dikarenakan sel imun tubuh tidak akan melihat (membedakan) antara lawan dan kawan, sehingga apabila terdapat organ yang ditempeli oleh lawannya (SARS-CoV-2), maka organ itu yang akan diserang.
Hal inilah yang membuat badai sitokin perlu diwaspadai, karena bisa menyebabkan kematian. Pada penderita COVID-19, badai sitokin menyerang jaringan paru-paru dan pembuluh darah. Alveoli atau kantung udara kecil di paru-paru akan dipenuhi oleh cairan, sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen. Itulah sebabnya mengapa penderita COVID-19 kerap mengalami sesak napas. Bukan hanya itu saja, apabila organ yang terkena adalah otak, maka tidak menutup kemungkinan pasien tersebut akan mengalami penurunan kesadaran.
Sumber:
Wawancara bersama dr. Angga Mardro Raharjo, Sp.P.
Ragab, D., Salah Eldin, H., Taeimah, M., Khattab, R. and Salem, R., 2020. The COVID-19 cytokine storm; what we know so far. Frontiers in immunology, 11, p.1446.
Penulis,
Moh. Iqbal Irsyad Al Zaman
Kelompok F
Relawan Tim TDKB
DPL: drg. Dyah Indartin M. Kes.
Terbit tanggal
17 Juli 2021
Covid
Bagikan ke lainnya
Artikel Lainnya